Pendahuluan
Sejak masa Sriwijaya Kota
Palembang telah dikenal sebagai kota
perdagangan. Berdasarkan hal tersebut tentunya banyak kelompok masyarakat yang
datang ke kota Palembang yang berasal
dari manca negara. Hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa kelompok
etnis asing lainnya yang bermukim di Kota Palembang sejak masa lalu yaitu Arab,
Cina , India , dan Eropa. Keberadaan
kelompok etnis Arab, Cina dan India
telah ada jauh sebelum Bangsa Eropa datang ke Palembang .
Sejak
masa Pra-Kesultanan, kecuali kelompok etnis Arab, kelompok etnis asing lainnya
tidak diperbolehkan menetap di daratan melainkan di rumah-rumah rakit di
sepanjang Sungai Musi. Hal ini juga dilaporkan oleh Sevenhoeven yang menjabat
sebagai regeeringcommissaris di Palembang pada tahun
1821. Dilaporkan bahwa kelompok etnis asing yang menetap di daratan hanyalah
kelompok etnis Arab (Sevenhoeven, 1971: 33). Baru setelah masa kolonial
Hindia-Belanda kelompok etnis asing lainnya diperbolehkan menetap di daratan.
Data
sejarah menyebutkan bahwa kelompok etnis Arab telah ada di Palembang sejak abad
VII M. Dalam sumber berita Arab disebutkan bahwa kelompok etnis ini singgah di
Palembang sebelum melanjutkan perjalanannya ke Cina (Purwanti, tt: 4). Beberapa
ahli berpendapat bahwa umumnya kelompok etnis Arab di Indonesia, termasuk
Palembang, berasal dari Hadramaut yang terletak di daerah pesisir jazirah Arab
bagian selatan, yang sekarang merupakan wilayah negara Yaman. Kelompok etnis ini
awalnya merupakan pedagang perantara, seiring dengan perjalanan waktu mereka
kemudian menetap dan menikah dengan penduduk Palembang (Purwanti, tt: 2; Mujib, 2000: 1;
Harita, 2006: 19). Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, di masa
pemerintahan Sultan Abdurrahman (1659-1706), kelompok etnis Arab mendapat
kebebasan untuk menetap di daratan karena jasa mereka dalam perekonomian
Kesultanan Palembang Darussalam (Purwanti, tt: 5).
Selain
berprofesi sebagai pedagang, kelompok etnis Arab juga mempunyai hubungan yang
cukup dekat dibanding dengan kelompok etnis asing lainnya. Dari
tinggalan-tinggalan arkeologi yang berupa makam, baik itu makam para Sultan
Palembang Darussalam maupun makam para bangsawan Kesultanan, selalu didampingi
oleh makam ulama yang merupakan guru agama sultan dan kerabat-kerabat
Kesultanan (Mujib, 1997). Selain makam, data arkeologi yang menunjukkan
kedekatan kelompok etnis Arab dengan Kesultanan Palembang Darussalam berupa
naskah-naskah keagamaan yang dijadikan koleksi sultan. Keberadaan naskah-naskah
tersebut membuktikan bahwa pada masa Kesultanan kelompok etnis Arab juga
berperan sebagai juru tulis kitab-kitab Agama Islam (Mujib, 2000: 9).
Kedekatan
kelompok etnis Arab dengan Sultan juga ditunjukkan dengan pemberian gelar
Pangeran (Sevenhoeven 1971: 34). Pada
masa selanjutnya, pemerintah kolonial Hindia-Belanda juga menunjuk seorang dari
kelompok etnis Arab sebagai pemimpin kelompok tersebut. Orang-orang yang
ditunjuk tersebut diberi pangkat seperti dalam pangkat kemiliteran yaitu Kapten
atau Mayor.
Kelompok
etnis Cina umumnya berprofesi sebagai pedagang, selain itu mereka juga
berrprofesi di bidang pertukangan. Pada masa Kesultanan, kelompok etnis Cina
yang beragama Islam, umumnya pejabat administratur tambang, diberi gelar Demang
oleh Sultan. Demikian juga pada masa selanjutnya, pemerintah kolonial
Hindia-Belanda juga mengangkat seorang dari kelompok etnis tersebut sebagai
pemimpin kelompok. Orang-orang yang ditunjuk tersebut diberi pangkat seperti
dalam pangkat kemiliteran yaitu Kapten atau Mayor.
Kelompok
etnis India
umumnya berprofesi sebagai kuli angkut
dan termasuk dalam golongan masyarakat kelas rendahan (Mujib, 2000: 10).
Sejak masa Pra-Kesultanan orang-orang Eropa yang menetap di Palembang adalah
pedagang, baru setelah masa kolonial Hindia-Belanda berdatangan orang-orang
Eropa yang berprofesi di berbagai bidang, baik di pemerintahan maupun sektor
swasta lainnya.
Permasalahan
Sampai saat ini komunitas kelompok etnis
Arab masih banyak ditemukan di Palembang, yaitu di Kelurahan Kuto Batu,
Kecamatan Ilir Timur I dan Kelurahan 9-10 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu, 14 Ulu, 16 Ulu,
Kecamatan Seberang Ulu II, Palembang .
Secara spesifik pemukiman kelompok etnis Arab di Situs Almunawar, Kelurahan 13
Ulu, Kecamatan Seberang Ulu, Palembang menarik untuk dikaji lebih mendalam
karena di situs ini masih dapat dilihat pola pemukimannya. Selain itu latar
sejarah situs tersebut dibanding situs-situs lainnya umumnya masih dapat
ditelusuri.
Kehadiran kelompok etnis Arab dapat
dikatakan mengakibatkan terjadinya kontak budaya dengan masyarakat Palembang yang berbeda
latar budaya. Penyerapan unsur budaya asing tentunya tidak hanya terjadi pada
penduduk lokal saja, tetapi juga terjadi pada kelompok masyarakat Arab yang
menetap di Palembang. Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang akan diangkat
dalam tulisan ini mengenai akulturasi yang terjadi pada tinggalan-tinggalan
arkeologi dari kelompok etnis Arab di Situs Almunawar.
Tujuan
Datangnya
kelompok etnis Arab ke Palembang
tentunya tidak hanya mempengaruhi kebudayaan lokal tetapi juga kebudayaan lokal
juga mempengaruhi dari kebudayaan mereka. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan
dari tulisan ini untuk mengungkapkan sejauh mana kebudayaan lokal dan kebudayaan asing lainnya di
mempengaruhi pada tinggalan-tinggalan arkeologi di Situs Almunawar.
Kerangka Teori
Secara
umum kebudayaan mempunyai definisi keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar
(Koentjaraningrat 1983: 182). Berdasarkan hal tersebut maka terlihat kebudayaan
memiliki tiga wujud yang saling berkaitan menjadi suatu sistem, ketiga wujud
kebudayaan tersebut yaitu ide dan gagasan yang membentuk pola pikir dalam suatu
masyarakat; aktivitas serta tindakan berpola dari suatu masyarakat; serta
benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat 1983: 189). Kebudayaan juga
dapat dikatakan merupakan tindakan manusia dalam usahanya untuk beradaptasi
dengan lingkungannya (Deetz 1967: 7).
Dalam
sejarah kebudayaan manusia, hubungan antar kelompok masyarakat memungkinkan
terjadinya kontak budaya atau yang dikenal dengan istilah akulturasi. Dalam perkembangannya kebudayaan
suatu daerah mengalami proses-proses pencampuran yang disebabkan oleh adanya
kontak antara masyarakat pendukung kebudayaan tersebut dengan masyarakat
pendukung kebudayaan asing. Proses pencampuran budaya ini dikenal dengan
istilah akulturasi (Koentjaraningrat 1989: 247-248). Proses akulturasi akan
terjadi karena adanya hubungan dan pergaulan suatu masyarakat pendukung
kebudayaan tertentu dengan masyarakat lain, di mana masing-masing masyarakat
saling memberikan dan menerima pengaruh (Poespowardojo 1986: 33). Akulturasi
pada dasarnya adalah proses percampuran budaya yang terjadi karena adanya kontak
antara masyarakat pendukung kebudayaan tertentu dengan masyarakat pendukung
kebudayaan asing.
Adanya penduduk yang heterogen di suatu
wilayah tertentu dapat mengakibatkan terjadinya kontak budaya antar kelompok
yang berbeda latar budaya atau yang dikenal dengan istilah akulturasi.
Akulturasi sendiri mempunyai definisi suatu proses sosial yang timbul bila
suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan
unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri
(Koentjaraningrat 1983: 251). Penyerapan unsur budaya asing tersebut tentunya
tidak hanya terjadi pada penduduk lokal saja, tetapi juga terjadi pada kelompok
masyarakat asing yang menetap di wilayah tersebut.
Salah
satu suatu media pencerminan kebudayaan adalah arsitektur, karena pada dasarnya
arsitektur merupakan wujud dari pola tingkah laku manusia dalam memenuhi
kebutuhan sebagai tempat bernaung untuk melindungi dirinya dari
gangguan-gangguan dan bahaya alam. Sebagai hasil karya manusia, arsitektur
sangat dipengaruhi oleh geografi, geologi, iklim, keadaan sosial, agama dan
falsafah kepercayaan, serta sejarah (Oesman 1996: 5). Dengan demikian dapat
dikatakan dengan mengamati arsitektur, dapat diketahui bagaimana masyarakat di
suatu wilayah tertentu menerapkan kebudayaan yang melatarbelakangi pola
kehidupan mereka.
Tinggalan Arkeologi di Situs Almunawar
Situs Almunawar termasuk dalam wilayah administrasi Kelurahan 13 Ulu,
Kecamatan Seberang Ulu II. Situs ini merupakan dataran rendah yang dibatasi
oleh Sungai Musi di bagian selatan, Sungai Temenggungan di bagian barat dan
Sungai Kangkang di bagian timur dan batas utara berupa rawa-rawa.
Situs
ini juga merupakan pemukiman yang padat yang dihuni oleh warga kelompok etnis Arab yang masih
terikat hubungan persaudaraan yang berasal dari marga Almunawar yang merupakan
keturunan dari Abdullah Almunawar dan beberapa kelompok etnis lainnya. Mata
pencaharian penduduk di situs Almunawar umumnya berdagang dan pekerja lepas.
Berdasarkan
pengamatan terhadap bentuk-bentuk rumah yang terdapat di Situs Almunawar
diketahui ada tiga jenis rumah, yaitu rumah limas, rumah panggung dan rumah Indies . Hasil pengamatan terhadap bentuk, ragam hias dan
informasi yang didapat dalam wawancara diketahui secara relatif kronologi
rumah-rumah tersebut berasal dari abad XIX M hingga awal abad XX M.
Ragam
hias yang terdapat di rumah-rumah di Situs Almunawar berupa ragam hias bergaya
Eropa dengan motif flora, fauna dan geometris. Rumah-rumah di situs ini
mempunyai kesamaan pola ruang, yaitu adanya ruang terbuka, yang terdapat di
bagian tengah dan belakang rumah. Pada rumah limas pembagian ruang dibuat
dengan bentuk bertingkat-tingkat. Secara umum denah rumah-rumah di Situs
Almunawar berupa persegi, huruf ‘U’, ‘U’ terbalik dan ‘I’.
Tata
ruang permukiman di Situs Almunawar memiliki pola konsentris dimana rumah-rumah
yang dibangun di situs tersebut disusun mengelilingi sebuah lahan terbuka.
Sebagai salah satu unsur dari sebuah permukiman adalah adanya bangunan religi.
Bangunan religi yang terdapat di Situs Almunawar berupa satu buah masjid yang
terletak di tepi Sungai Musi, yang sampai saat ini masih digunakan tetapi
bentuknya sudah mengalami perubahan.
Secara
umum unsur-unsur budaya lokal dan asing lainnya diterapkan pada bentuk dan
ragam hias yang terdapat di rumah-rumah tinggal di Situs Almunawar. Unsur
budaya lokal dapat dilihat pada bentuk rumah limas dan rumah panggung.
Di Situs
Almunawar terdapat satu buah rumah limas yang oleh masyarakat setempat disebut
‘rumah darat’. Rumah darat didirikan di atas tiang kayu. Saat ini di antara
tiang-tiang rumah tersebut diberi dinding-dinding bata sehingga menjadi
ruangan-ruangan.
Rumah ini berdenah huruf ‘I’ dan memiliki ruang terbuka di bagian
tengah, yang memisahkan bagian depan dengan bagian belakang. Di bagian depan
rumah darat terdapat ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai teras tertutup, ruang
tamu, ruang keluarga dan ruang tidur, sedangkan di bagian belakang terdapat
ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai dapur dan ruang makan. Di antara bagian
depan dengan bagian belakang dipisahkan oleh teras belakang dan ruang terbuka (courtyard). Teras belakang di rumah ini
berupa teras terbuka.
Bagian-bagian
di rumah darat dibuat bertingkat-tingkat. Ruang tamu dan ruang keluarga
terletak lebih tinggi dibanding teras depan maupun teras belakang. Sedangkan
dapur dan ruang makan yang berada di bagian belakang, diletakkan di tingkat
paling rendah.
Secara umum
rumah darat seolah-olah terdiri dari dua bangunan yang dipisahkan oleh ruang
terbuka. Bagian depan dan belakang rumah darat memiliki atap yang berbeda. Bentuk
atap bagian depan berupa atap limas, sedangkan atap bagian belakang berupa hipped-roof.
Rumah panggung di Situs Almunawar disebut oleh masyarakat setempat
dengan ‘rumah tinggi’. Rumah tinggi didirikan di atas tiang kayu. Saat ini di
antara tiang-tiang rumah tersebut diberi dinding-dinding kayu sehingga menjadi
ruangan-ruangan.
Rumah ini berdenah persegi. dan memiliki ruang terbuka di bagian
belakangnya. Secara umum rumah tinggi terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
depan, tengah dan belakang. Bagian depan berupa teras terbuka, bagian tengah
terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga dan ruang tidur, sedangkan bagian
belakang terdiri dari teras terbuka, ruang makan dan dapur serta ruang terbuka
(courtyard). Bagian-bagian di rumah
tinggi dibuat sejajar sehingga tidak ada perbedaan tingkat yang memisahkan
bagian-bagian rumah. Atap rumah tinggi berupa atap limas.
Dari hasil
penelitian diketahui rumah-rumah di Situs Almunawar yang dibangun lebih
kemudian memiliki gaya
arsitektur Indis. Rumah Indis di Situs Almunawar dapat dibagi dua, yaitu
berlantai satu dan berlantai dua. Secara keseluruhan rumah Indis di Situs
Almunawar berjumlah enam buah, yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai
‘rumah kaca’, ‘rumah kembar darat’, ‘rumah kembar laut’, ‘rumah batu’. Dua buah rumah Indis lainnya tidak memiliki
sebutan khusus oleh masyarakat setempat dikarenakan keduanya didirikan lebih
kemudian daripada empat rumah Indis lainnya.
Rumah
kaca berupa rumah Indis berlantai dua yang sekarang berfungsi sebagai sekolah.
Lantai satu berdinding bata sedangkan lantai dua berdinding kayu. Rumah kaca
berdenah huruf ‘U’ dan memiliki ruang
terbuka (courtyard) di bagian
belakangnya. Bagian depan rumah kaca berupa balkon, yang berfungsi sebagai
ruang tamu. Bagian tengah dan belakang ruang kaca saat ini difungsikan sebagai
ruang-ruang kelas, sedangkan bagian belakangnya terdapat teras terbuka, ruang
terbuka (courtyard) dan ruang-ruang
yang berfungsi sebagai kelas. Atap rumah kaca berupa atap hipped-roof.
Rumah kembar darat merupakan dua buah rumah yang memiliki bentuk yang
sama. Kedua bangunan berlantai dua tersebut didirikan berhadapan. Sama seperti
rumah kaca, lantai satu rumah kembar darat berdinding bata sedangkan lantai
duanya berdinding kayu.
Rumah kembar darat berdenah huruf ‘U’
dan memiliki ruang terbuka (courtyard)
di bagian belakangnya. Bagian depan lantai satu berupa teras terbuka, di bagian
ini terdapat sebuah tangga naik menuju lantai dua. Bagian tengah rumah kembar
darat terdiri dari ruang tamu dan ruang tidur, sedangkan bagian belakang
terdiri dari teras terbuka, ruang makan dan dapur serta ruang terbuka (courtyard). Seperti dengan teras depan,
di teras bagian belakang ini terdapat sebuah tangga naik yang menghubungkan
lantai bawah dengan lantai dua.
Lantai dua
rumah kembar darat terdiri juga dari tiga bagian. Bagian depan berupa teras
tertutup dan bagian tengah berupa ruang-ruang yang berfungsi sebagai kamar
tidur, sedangkan bagian belakang berupa teras tertutup. Atap rumah kembar darat
berjumlah dua buah, keduanya berupa atap hipped-roof.
Seperti
rumah kembar darat, rumah kembar laut darat merupakan dua buah rumah yang
memiliki bentuk yang sama. Kedua bangunan berlantai dua tersebut didirikan
bersebelahan. Sama seperti rumah Indis berlantai dua lainnya, lantai satu rumah
kembar laut berdinding bata sedangkan lantai duanya berdinding kayu.
Rumah kembar
laut berdenah huruf ‘U’ dan memiliki
ruang terbuka (courtyard) di antara
kedua rumah tersebut. Bagian depan lantai satu berupa teras terbuka, bagian
tengah terdiri dari ruang tamu dan ruang tidur, sedangkan bagian belakang
terdiri dari teras terbuka. Di bagian belakang rumah kembar laut terdapat
bangunan tambahan yang terdiri ruang
makan dan dapur.
Lantai
dua rumah kembar laut terdiri juga dari tiga bagian. Bagian depan berupa teras
tertutup dan bagian tengah berupa ruang-ruang yang berfungsi sebagai kamar
tidur, sedangkan bagian belakang berupa teras tertutup. Teras bagian depan dan
teras bagian belakang juga berfungsi sebagai penghubung antar rumah. Atap rumah
kembar laut berupa atap hipped-roof.
Rumah batu adalah rumah Indis berlantai satu yang didirikan di atas
pondasi yang ditinggikan. Rumah ini berdenah persegi dan memiliki ruang terbuka
di bagian tengah, yang memisahkan bagian depan dengan bagian belakang. Di
bagian depan rumah darat terdapat ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai teras
tertutup, ruang tamu, ruang keluarga dan ruang tidur, sedangkan di bagian
belakang terdapat ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai dapur dan ruang makan.
Di antara bagian depan dengan bagian belakang dipisahkan oleh ruang terbuka (courtyard).
Bagian-bagian
di rumah batu dibuat bertingkat-tingkat. Ruang tamu dan ruang keluarga terletak
lebih tinggi dibanding teras depan. Sedangkan dapur dan ruang makan yang berada
di bagian belakang, diletakkan di tingkat paling rendah. Atap rumah kaca berupa
atap perisai.
Rumah
Indis A adalah rumah Indis berlantai satu yang didirikan di atas pondasi yang
ditinggikan. Rumah ini berdenah persegi. Di bagian depan rumah terdapat
ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga dan ruang
tidur, sedangkan di bagian belakang terdapat ruangan-ruangan yang berfungsi
sebagai dapur,ruang makan dan ruang terbuka (courtyard).
Di sisi kiri rumah terdapat bangunan tambahan yang berdenah persegi dan
beratap mansard-roof. Di bagian depan rumah terdapat sebuah ruangan yang
menjorok ke depan yang berfungsi sebagai ruang tidur.Ruangan tersebut berdenah
segi lima
dengan atap octagonal hipped-roof.
Secara umum atap rumah Indis A berupa gabungan atap perisai dan pelana.
Rumah
Indis B adalah rumah Indis berlantai satu yang didirikan di atas pondasi yang
ditinggikan. Rumah ini berdenah persegi. Di bagian depan rumah terdapat
ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga dan ruang
tidur, sedangkan di bagian belakang terdapat ruangan-ruangan yang berfungsi
sebagai dapur dan ruang makan. Atap rumah ini berupa atap perisai.
Ragam hias yang terdapat di Situs Almunawar baik di
rumah limas, panggung dan indis umumnya bergaya eropa dengan motif flora, fauna
dan geometris. Secara keseluruhan motif-motif tersebut terdapat di
bagian-bagian rumah seperti pintu, tiang, jendela, console, penyekat ruangan, tegel,
railing, teritisan dan ventilasi.
Variasi Ragam Hias pada Komponen Arsitektur di Situs
Almunawar
Pintu
Tiang
Console
Jendela
Penyekat Ruangan
Tegel
Railing
Teritisan
Ventilasi
Penutup
Secara
umum arsitektur di Situs Almunawar merupakan refleksi adaptasi kelompok etnis
Aab di situs tersebut dengan kebudayaan setempat. Sebagai masyarakat pendatang,
kelompok etnis Arab di Situs Almunawar telah menyerap unsur budaya Palembang dalam
menerapkan bentuk rumah tinggalnya yaitu rumah limas. Demikian juga dalam
perkembangan berikutnya mereka juga menerapkan bentuk bangunan yang sedang
menjadi tren pada saat itu.
Bentuk
rumah yang terdapat di Situs Almunawar pada dasarnya merupakan wujud kontak
budaya kelompok etnis Arab dengan masyarakat setempat. Rumah limas dan panggung
merupakan unsur budaya Palembang
yang diserap untuk bentuk huniannya, demikian juga rumah Indies
yang secara umum merupakan bentuk rumah yang menjadi tren pada awal abad XX M
di nusantara. Selain itu baik di rumah panggung dan limas, ragam hias bergaya
Eropa juga digunakan oleh kelompok etnis Arab di Situs almunawar.
Meskipun
demikian penerapan unsur lokal oleh kelompok etnis Arab tidak sepenuhnya
diterapkan, hal ini terlihat pada tingkatan-tingkatan yang membagi
ruangan-ruangan di dalam rumah limas. Jika pada masyarakat Palembang pembagian tersebut didasarkan pada
status sosial seseorang maka pada kelompok etnis Arab pembagian tersebut
didasarkan pada tingkat pengetahuan agama, sehingga dapat dilihat pada
acara-acara keagamaan kaum ulama menempati ruangan yang tertinggi.
Cortesao, Armando. 1944. The Suma Orienta of Tome Pires. An Account
of The East from The Red Sea to Japan, Writen in Malacca and India 1512-1515.
London: Hakluyt Society.
Harita, Netta Desi, 2006. “Pola Pemukiman Komunitas
Arab di Palembang”, skripsi Fakultas
Adab Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
Mujib, 1997. “Pemilihan Ulama Kesultanan Palembang:
Primordialisme atau Otoritas Sultan” , Intizar no 9 hal. 19-38.
-------, 2000. Pemberdayaan
“Masyarakat Asing” di Palembang
Pada Masa Kesultanan, makalah dalam EHPA, Bedugul 14 -18 Juli 2000.
-------, 2001. “Data Arkeologis tentang Kesultanan
Palembang”, Islam dalam Sejarah dan
Budaya Masyarakat Sumatera Selatan. Zulkifli dan Abdul Karim Nasution (ed.)
hal. 25-67.
Oesman, Osrifoel, 1996, "Rekonstruksi
Bangunan Hunian di Situs Trowulan. Suatu Kajian terhadap Faktor-Faktor Lingkungan yang
Mempengaruhinya" dalam Pertemuan
Ilmiah Arkeologi VIII, Cipanas, 12 - 16 Maret 1996.
Poespowardojo,
Soerjanto. 1986."Pengertian Local Genius dan Relevansinya dalam
Modernisasi" dalam Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), Ayatrohaedi
(ed.) hal. 28-38. Jakarta :
Pustaka Jaya
Purwanti, Retno,
tt. Konflik Elit Politik pada Masa
Kesultanan Palembang
(Tinjauan Berdasarkan Letak Makam para Sultan Palembang ) (belum diterbitkan).
----------, tt. Komunitas
Arab Palembang
dalam Perspektif Arkeo-Historis (belum diterbitkan).
Rahim, Husni, 1998. Sistem Otorasi dan Administrasi Islam. Studi tentang Pejabat Agama Masa
Kesultanan dan Kolonial di Palembang. Jakarta :
Logos.
Sevenhoven, J.L. van, 1971, Lukisan Tentang Ibukota Palembang. Jakarta : Bhratara.
Sjafei, Soewadji.
1986."Peranan Local Genius dalam Kebudayaan" dalam Kepribadian Budaya
Bangsa (Local Genius), Ayatrohaedi (ed.) hal. 96-99. Jakarta : Pustaka Jaya
Tulisan ini telah diterbitkan
dalam “Siddhayatra” Vol. 12 Nomor 2 November 2007 hal. 1 - 14
bersih banget tempatnya kak
BalasHapusRental Mobil Jogja
Angka Main HONGKONG : 90315 BB
BalasHapusJaga BB Colok bebas HONGKONG : 9 1
Colok Macau 2D HONGKONG : 90 31 BB
Angka Jadi 2D Bom Bandar HONGKONG : 21*26*25*29*12*16*15*19*62*61*65*69*52*51*56*59*92*91*96*95*
Main Ganjil Genap HONGKONG : GENAP
Main Besar Kecil HONGKONG : BESAR
Prediksi Togel Terlengkap
Prediksi gratis tanpa mahar