Selasa, 16 Maret 2010

Tata Kota Bengkulu Abad XVIII *)


Pendahuluan

Bengkulu mulai dicatat dalam sejarah sekitar abad XVI, pada saat itu wilayah Bengkulu dikuasai oleh 2 kesultanan, yaitu Aceh dan Ban­ten. Aceh menguasai wilayah Beng­kulu bagian utara, tetapi kemudian wilayah ini secara bergantian dikuasai juga oleh Minangkabau dan Indrapura. Sedangkan Beng­kulu bagian selatan dikuasai oleh Banten. Pada saat itu tercatat kerajaan-kerajaan yang ada di Bengkulu adalah Kerajaan Manjuta, Sungai Lemau, Sungai Serut, Sungai Hitam dan Selebar (Wellan 1932: 164).

Dikuasainya Bengkulu oleh kesultanan-kesultanan tersebut ka-rena wilayah ini sangat berpotensi sebagai penghasil lada. Hasil bumi ini merupakan salah satu komoditi penting dalam perdagangan pada masa itu.

Bangsa Eropa yang pertama kali datang ke Bengkulu adalah Belanda, pada tahun 1624. Meskipun demikian Belanda baru diperbolehkan mendirikan kantor dagangnya pada tahun 1664, setelah diadakan penandatanganan perjan­jian dengan Kerajaan Selebar tahun 1660.

Tahun 1670 terjadi perselisihan antara Belanda dengan Selebar yang mengakibatkan Belanda harus ang­kat kaki dari Bengkulu. Setelah Belanda meninggalkan Bengkulu, Bangsa Eropa lainnya yang melakukan hubungan dagang di wilayah tersebut adalah Inggris.

Kedatangan Inggris di Bengku­lu di tahun 1685 ini ditunjang oleh keadaan Banten yang saat itu telah menandatangani perjanjian dengan Belanda yang isinya memberikan hak monopoli perdagangan kepada Belanda. Selain itu dari pihak Bengkulu sebenarnya juga ber- keinginan untuk mengadakan hu- bungan dagang dengan Inggris yang ditunjukan dengan dikirimnya un­dangan untuk berdagang di wilayah tersebut kepada pusat perdagangan Inggris di Madras.

Usaha memonopoli perda­gangan lada di Bengkulu dilakukan Inggris dengan mengadakan perjan­jian dengan penguasa Selebar. Isi perjanjian tersebut adalah mem­berikan konsesi kepada Inggris berupa tanah di dekat pelabuhan ko­ta Selebar untuk dibangun gudang-gudang penyimpanan dan ba­ngunan-bangunan lain yang ber­hubungan dengan kegiatan dagang mereka. Selain itu Inggris juga men­dapat hak untuk memungut bea terhadap barang-barang yang keluar masuk serta semua hasil bumi lada yang dibawa ke pelabuhan harus dijual kepada Inggris.

Untuk melindungi pos dagangnya tersebut Inggris men- dirikan sebuah benteng pertahanan yang diberi nama Benteng York. Setelah berdiri selama 29 tahun, Benteng York dianggap kurang layak untuk dijadikan sebagai pos perdagangan. Hal ini dikarenakan lingkungan yang buruk sehingga penghuni benteng tersebut sering terjangkit penyakit.

Berdasarkan hal tersebut, Gubernur Jenderal Joseph Collet memutuskan untuk memindahkan pos dagang yang lama ke daerah yang lebih baik. Lokasi yang dipi­lihnya adalah sebuah daerah yang dikenal dengan nama Ujung Karang, yaitu ± 1,8 km sebelah utara Ben­teng York. Daerah ini berada di se­buah teluk dan pantainya dikelilingi oleh dataran batu karang sehingga arus lautnya relatif lebih tenang.

Di lokasi baru tersebut Inggris mendirikan sebuah benteng yang diberi nama Benteng Marlborough. Di lokasi baru ini pula akhirnya di­jadikan sebagai pusat perdagangan Inggris di wilayah Bengkulu selama 150 tahun lebih.

Sampai saat ini tinggalan-ting­galan arkeologi yang diperkirakan berasal dari abad XVIII masih dapat ditemukan di wilayah administrasi Kotamadya Bengkulu. Tinggalan-tinggalan arkeologi tersebut adalah Benteng Marlborough, Kompleks Makam Jitra, sisa-sisa pelabuhan, dan sisi pemukiman Cina. Serta ber­dasarkan toponimi di dekat Benteng Marlbo-rough terdapat suatu tempat yang bernama Kebun Keling yang menurut keterangan dari informan tempat tersebut merupakan kebun milik Inggris yang dikerjakan oleh orang-orang India.

Tinggalan Arkeologi di Ko­tamadya Bengkulu dari Abad XVIII

1.Benteng Marlborough

Secara umum Benteng Marlbo-rough mempunyai denah yang ber­bentuk segi empat. Benteng ini mempunyai bastion di keempat sudutnya. Pintu masuk benteng berada di sisi barat daya berupa bangunan yang terpisah dan berde­nah segi tiga.

Benteng Marlborough mem­punyai parit keliling yang mengikuti denah benteng. Parit tersebut juga memisahkan bangunan induk de­ngan bangunan depan. Kedua ba­ngunan tersebut dihubungi oleh se­buah jembatan.

Pada bangunan depan terdapat pintu masuk yang berbentuk leng­kung sempurna. Bangunan ini tidak mempunyai ruangan, hanya berupa lorong yang menuju ke jembatan penghubung. Pada dinding lorong tersebut terdapat 4 buah nisan, 2 buah nisan berasal dari masa Ben­teng York dan yang lainnya berasal dari masa Benteng Marlborough. Pada nisan-nisan tersebut tertera nama George Shaw - 1704; Richard Watts Esq - 1705; James Cune - 1737; Henry Stirling - 1774.

Pada bagian atas bangunan ini terdapat tembok keliling yang mem­punyai celah-celah berbentuk segi tiga yang berfungsi sebagai celah in­tai. Pada bagian belakang bangunan terdapat 3 buah makam dengan ni­san yang terbuat dari batu tetapi su­dah tidak dapat dibaca lagi.

Bastion-bastion Benteng Marl­bo-rough terdapat di sudut utara, selatan timur, dan barat. Bastion-bastion ini berdenah segi lima, bagian atas bastion-bastion ini umumnya terdapat tembok keliling yang emiliki celah intai. Lantai bagian ini terbuat dari tegel ber­glasir coklat. Pada bastion selatan masih terlihat sisa rel meriam yang berbentuk lingkaran. Pada didinding sisi utara bastion selatan dan timur menempel 8 buah cincin besi yang masing-masing berjarak 1 m.

Pada bastion-bastion ini terda­pat beberapa ruangan, yaitu pada bastion utara dan bastion barat. Ru­angan di dalam bastion utara terdiri dari 2 kamar. langit-langit ruangan ini berbentuk lengkung dan memiliki lubang berdiameter 80 cm yang menembus sampai bagian atas bastion.

Ruangan di dalam bastion barat mempunyai 2 kamar yang berfungsi sebagai penjara yang letaknya saling berhadapan. Pada salah satu penjara yang letaknya lebih rendah terdapat lorong yang langit-langitnya terda­pat lukisan binatang yang terbuat dari arang.

Di dalam Benteng Marlbo­rough juga terdapat beberapa ba­ngunan, yaitu di antara bastion utara dan timur, antara bastion selatan dan barat, dan antara bastion selatan dan timur. Bangunan antara bastion utara dan timur mempunyai denah persegi panjang dan terbagi dua yang dipisahkan oleh lorong menuju pintu belakang benteng. Sekarang bangunan ini digunakan sebagai Kantor PSK Bengkulu. Bangunan di sebelah kiri terdiri dari 3 ruang; se­dangkan bangunan di sebelah kanan terdiri dari 4 ruangan. Pada umumnya jendela-jendela pada ba­ngunan ini berbentuk persegi pan­jang. Bagian atas bengunan ini ter­dapat atap yang berbentuk pelana dan pada bagian belakangnya terda­pat lorong selebar 1 m.

Bangunan diantara bastion se­latan dan barat berdenah persegi panjang dan terbagi dua yang dipisahkan oleh lorong yang menuju pintu gerbang utama. Pintu utama tersebut berbentuk lengkung dan dihiasi oleh tiang semu. Bangunan sebelah kiri terdiri dari 3 ruangan yang disekat oleh tembok. Umum­nya jendela dan pintu bangunan ini berbentuk lengkung. Pada ruangan ketiga terdapat pintu yang menghubungkan ruangan tersebut dengan ruang dalam bastion barat.

Bangunan sebelah kanan terdiri dari 7 ruangan yang disekat dengan tembok. Seperti pada bangunan di sebelah kiri, jendela dan pintunya umumnya berbentuk lengkung. Pada salah satu ruangan terdapat lukisan kompas dan tulisan berbahasa Belanda yang dibuat dengan cara menggoreskannya di tembok.

Bagian atas bangunan antara bastion selatan dan barat ini tidak beratap, tapi berupa lantai yang diberi tegel berglasir coklat. Pada bagian ini terdapat tembok keliling yang memiliki celah intai.

Bangunan di antara bastion timur dan selatan berdenah persegi panjang dan berupa 1 ruangan yang panjang. Jendela-jendela dan pintu pada bangunan ini berbentuk leng­kung. Bagian atas bangunan tidak memiliki atap tapi berupa lantai yang diberi tegel berglasir coklat. Sama seperti bangunan antara bas­tion selatan dan barat pada bagian atas bangunan ini terdapat tembok keliling yang memiliki celah intai.

Pada bagian depan bangunan ini terdapat sebuah sumur yang berdiameter 1 m. Dinding sumur ini terbuat dari bata dengan pola ikat dinding Inggris.

Lingkungan sekitar Benteng Marlborough merupakan daerah pemukiman. Terlihat keberadaan benteng ini lebih tinggi dibanding dengan daerah sekitarnya. Keletakan benteng berada di ± 18 m di atas permukaan laut. Di sebelah utara benteng terdapat sebuah bukit kecil yang dikenal dengan nama Tapak Padri. Berdasarkan pengamatan pada penelitian ini dari bukit terse­but wilayah perairan Bengkulu da­pat teramati sampai P Tikus. Hal ini juga ditunjang berdasarkan lukisan Joseph C Stadler dalam buku Prints of South East Asia in The India Of­fice Library, yang menerangkan bahwa bukit ini digunakan juga oleh Inggris (EIC) untuk mengawasi perairan di sekitar Benteng Marl­borough.

2. Kampung Cina

Terletak di sebelah selatan dan berjarak 190 m dari Benteng Marl­borough. Secara geografis berada di 03o47'15,9" LS dan 102o15'02,6" BT. Berdasarkan data sejarah kawasan ini merupakan pemukiman Cina sejak masa kolonial Inggris. Keterangan ini mendukung ke­beradaan tinggalan-tinggalan ar-keologi di kawasan tersebut yang berupa rumah tinggal yang mem­punyai arsitektur Cina.

Terhitung ada 20 buah rumah tinggal yang berarsitektur Cina di kawasan ini. Rumah-rumah tersebut umumnya memanjang ke arah be­lakang, bertingkat 2 dan mempunyai atap melengkung. Terlihat juga ru­mah-rumah tersebut memakai hiasan terawangan yang terdapat di atas jendela yang berfungsi sebagai ventilasi yang umum pada arsitektur Cina.

3. Kebun Keling

Berjarak 180 m sebelah Timur Laut Benteng Marlborough, dengan keletakan geografis 03o47'14,9" LS dan 102o15'06,4" BT. Berdasarkan keterangan informan kawasan ini pada masa kolonial Inggris merupakan kebun yang dikerjakan oleh orang-orang India atas perintah Inggris.

Pada saat ini di kawasan terse­but sudah tidak ditemukan lagi ting­galan-tinggalan arkeologinya, hanya keadaannya yang sekarang telah menjadi pemukiman penduduk ter-sebut berada lebih rendah dari sekitarnya. Keadaan ini berdasarkan keterangan informan dikarenakan tanah di kawasan ini digunakan un­tuk pembangunan Benteng Marl­borough.

4. Pelabuhan Bengkulu

Berada di sebelah barat dengan jarak 270 m dari Benteng Marlbo­rough. Kelatakan geografis pelabuh­an ini adalah 03o47'08,2" LS dan 102o15'06,4" BT. Berdasarkan lu­kisan Joseph C Stadler dalam buku Prints of South East in The India Office Library diketahui pelabuhan tersebut merupakan milik Inggris (EIC).

Berdasarkan lukisan tersebut terlihat di Pelabuhan Bengkulu, EIC mendirikan bangunan yang ber­fungsi sebagai gudang penyim­panan. Keterangan pada lukisan tersebut juga menyebutkan perairan di pelabuhan ini dangkal dan terda­pat dataran batu karang sehingga kapal-kapal yang datang ke Bengku­lu tidak dapt merapat sehingga harus membongkar muatannya 0,5 mil dari dermaga.

Pada saat ini sudah tidak ditemukan lagi tinggalan-tinggalan arkeologi di kawasan ini. Dari pe-nelitian sebelumnya dilaporkan di kawasan ini ditemukan meriam dan peluru besi.

5. Komplek Makam Jitra

Komplek makam ini berjarak 640 m di sebelah timur Benteng Marlborough dengan keletakan geo­grafis 03o47'37,1" LS dan 102o15'12,2" BT. Komplek makam ini berada di tengah-tengah pemukiman. Pada komplek makam ini terdpat 15 buah makam dengan bentuk makam yang berupa bangun­an monumental.

Pada beberapa bangunan terli­hat lebih dari 1 nisan, umumnya ter­dapat 2 sampai 4 nisan. Berdasarkan pembacaan terhadap nisan-nisan yang terdapat di komplek makam ini diketahui kronologi dari nisan-nisan tersebut berkisar antara tahun 1775 sampai 1940.

Dari pengamatan terhadap kro­nologi nisan diperkirakan komplek makam ini juga digunakan ketika Belanda menguasai Bengkulu. Hal ini terlihat dari nama dan bahasa yang terdapat pada nisan-nisan tersebut. Pada nisan-nisan yang ter­tua sampai awal abad XIX yang ter­cantum adalah nama-nama orang Inggris dan keterangan-keterangan lainnya ditulis dalam Bahasa Ing­gris; sedangkan pada nisan-nisan yang lebih muda nama-nama yang tercantum adalah nama-nama orang Belanda dan keterangan-keterangan lainnya ditulis dalam Bahasa Belanda.

Pembahasan

Sebagaimana diketahui kele­takan kota dapat dikaitkan dengan keadaan geografi untuk memudah­kan hubungan pelayaran dan per­dagangan antara satu kota dengan kota yang lainnya (Tjandrasasmita 1983,786). Dalam hal ini Bengkulu berdasarkan lokasinya dapat dikatakan sebagai kota pantai dan menitikberatkan kekuatan sosial ekonominya pada pelayaran dan perdagangan.

Dilihat dari struktur pem-bentuknya, Bengkulu terbentuk menjadi sebuah pemukiman yang dikarenakan oleh adanya pusat per-dagangan. Sebagai sebuah kota tentunya Bengkulu mempunyai komponen-komponen berdasarkan fungsi-fungsinya, seperti peme-rintahan, perekonomian, pertahanan, dan pemukiman serta fasilitasnya.

Berdasarkan hal tersebut maka tinggalan-tinggalan arkeologi di ko­tamadya Bengkulu yang berasal dari abad XVIII dapat dikategorikan se­bagai komponen kota. Sisa-sisa pelabuhan Bengkulu merupakan komponen kota yang berfungsi se­bagai kawasan perekonomian, Ben­teng Marlborough sebagai kawasan pertahanan, dan Kampung Cina, Kebun Keling, Kompleks Makam Jitra sebagai kawasan pemukiman dan fasilitasnya; sedangkan untuk kawasan pemerintahan saat ini su­dah tidak ditemukan lagi sisa-sisa-nya.

Berdasarkan lukisan Joseph C Stadler, diketahui Bengkulu mem­punyai gedung pemerintahan yang terletak di sebelah tenggara Benteng Marlborough. Dilukiskan gedung pemerintahan tersebut merupakan bangunan yang bertingkat 2 dan berdenah segi empat. Atap dari ba­ngunan ini merupakan tipe atap pelana.

Dari lukisan tersebut juga diketahui bahwa di seberang gedung pemerintahan terdapat gedung de­wan EIC. Gedung ini merupakan bangunan bertingkat 2 dengan pintu masuk yang berbentuk lengkung dan dihiasi oleh tiang-tiang semu. Pada bagian atas bangunan terdapat hiasan berupa barisan baluster dan piala.

Berdasarkan keletakannya, diduga lokasi kedua bangunan tersebut saat ini merupakan lokasi pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Provinsi Bengkulu yang berjarak ± 200 m dari Benteng Marlborough.

Berdasarkan foto udara Ben­teng Marlborough dan sekitarnya yang dibuat pada tahun 1950, dapat diinterpretasikan tata kota Bengkulu pada abad XVIII. Terlihat kawasan pemerintahan berada ± 500 m dari tepi pantai Teluk Bengkulu. sebuah jalan menghubungi kawasan peme­rintahan ke Benteng Marlborough. Terlihat juga komponen-komponen kota yang lain dihubungi oleh jaring­an jalan. Interpretasi terhadap integrasi foto udara dan keletakan tinggalan-tinggalan arkeologi di Ko­tamadya Bengkulu menunjukan bahwa pengaturan penempatan ru­ang kota yang menitikberatkan sosial ekonominya pada pelayaran dan perdagangan menjadikan pihak pe-nguasa menempatkan kawasan perekonomian di bagian Barat kota, yaitu di sekitar Situs Pelabuhan Bengkulu.

Untuk melindungi kawasan tersebut, ditempatkan pula sebuah benteng pertahanan. Sebagai kawasan pertahanan, benteng ini ti­dak hanya melindungi kawasan perekonomian tetapi juga melin­dungi kawasan-kawasan lain-nya yang termasuk dalam komponen ko­ta Bengkulu. Berdasarkan kele­takannya terlihat kawasan pemuki­man dan fasilitasnya mengelilingi kawasan perekonomian, pemerintah­an dan pertahanan.

Penutup

Tata kota adalah suatu penga­turan pemanfaatan ruang kota di mana terlihat fungsi kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan penduduknya maupun kota itu sendiri (Whittick 1974: 263). Dalam hal ini Bengkulu pada abad XVIII dianggap telah memiliki komponen-komponen kota yang sesuai dengan fungsinya dalam pemenuhan kebu­tuhan penduduk dan kota itu sendiri.

Melihat tata kota Bengkulu pada abad XVIII dapat diambil kesimpulan bahwa pada saat itu Inggris sebagai pihak penguasa telah menempatkan komponen-komponen kota berdasarkan fungsi-fungsinya. Sebagai sebuah kota yang menitik­beratkan kekuatan sosial ekonomi pada pelayaran dan perdagangan, maka Inggris menetapkan wilayah Pelabuhan Bengkulu sebagai kawasan yang paling penting di antara kawasan-kawasan yang lain­nya.

Perlindungan terhadap kawasan tersebut dilakukan dengan mendirikan benteng Marlborough di dekatnya. Sebagai sebuah kawasan pertahanan Benteng Marl­borough tidak hanya melindungi kawasan perekonomian saja tetapi juga kawasan pemerintahan dan pemukiman. Disamping itu Benteng Marlborough yang terletak di ke­tinggian ± 18 m dari permukaan laut berfungsi juga untuk mengawasai lalu lintas kapal yang berlayar di perairan Teluk Bengkulu dan kapal-kapal yang keluar masuk sungai-sungai yang berada di sekitar kota Bengkulu.

____________________

Daftar Pustaka

Ambary, Hasan Muarif. 1980. "Tinjauan Tentang Penelitian Perkotaan Banten Lama" Per-temuan Ilmiah Arkeo-logi,Cibulan, 21 - 25 Februari 1977. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Bastin, John dan Pauline Rohat­gi.1979. Prints of South East Asia in The India Office Li­brary. London: The Majesty's Stationery Office.

De Chiara, Joseph dan Lee E Kop­pelman. 1978. Site Planning Standard. McGraw-Hill Com­pany.

Dekker, N A Douwes.1950.Tanah Air Kita. Bandung: H. van Hoeve.

Marsden, William. 1975. The His­tory of Sumatra. Kuala Lum­pur: Oxford University Press.

Onggodiputro, Aris K. 1989. Pe­ngantar Sejarah Perencanaan Perkotaan.Terjemahan. Ban­dung: Intermasa.

Tjandrasasmita, Uka. 1985 "Kota Pemukiman Masa Pertumbuhan Kerajaan-Kerajaan Pengaruh Islam di Indonesia (Penerapan Arkeologis dan Konsep Ilmu-Ilmu Sosial) dalam Pertemuan Ilmiah Arkeolgi ke III, Ciloto, 23 - 28 Mei 1983. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Warpani, Suwardjoko. 1991. "Daerah, Wilayah, Kawasan" dalam Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota no 1, Triwu­lan 1. Bandung: Lembaga Penelitian Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Teknik Planologi ITB.

Wellan, J W J. 1932. Zuid Sumatra Economisch Overzich van De gewesten Djambi, Palembang, De Lampoengsche Districten, en Bengkoelen. Holland: H. Veenman en Zonen - Wa­geningen.

Whittick, Arnold (ed.). 1974 Ency­clopaedy of Urban Planning. McGraw-Hill Book Company.

Wiryomartono, A Bagoes P. 1995 Seni Bangunan dan Seni Bi­nakota di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


*) Tulisan ini telah diterbitkan di Jurnal Arkeologi Siddhayatra Nomor 1/III/Mei/ 1998

Tidak ada komentar:

Posting Komentar