Sabtu, 27 Februari 2010

Wisata Selam di Tanjungkelayang


‘Kalau mau menyelam di sini waktu yang pas ya bulan tiga, empat, lima, sembilan dan sepuluh’ kata Pak Saki,

pemandu kami yang sangat mengetahui kondisi laut perairan Bangka-Belitung. Benar saja, kami datang pada waktu yang kurang tepat. Begitu sampai di lokasi arus yang lumayan kuat karena pengaruh angin tenggara telah menyambut kedatangan kami.


Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan titik lokasi kapal Indomarine yang tenggelam di perairan

sebelah barat laut Tanjungkelayang, tepatnya di sekitar Pulau Lengkuas. Sambil diombang-ambing oleh gelombang akhirnya kami menemukan titik tenggelamnya kapal tersebut. Peralatan segera disiapkan, kemudian dengan berkelompok kami mulai menyelam menikmati keindahan sisa kapal yang tenggelam pada akhir tahun 1999 tersebut.


Di tengah arus yang berkisar 1 hingga 1,5 knot, akhirnya di kedalaman 18 meter kami melihat anjungan kapal Indomarine. Kapal besi tersebut ‘duduk’ dengan manisnya seperti sedang bersandar di tepi dermaga. Terumbu karang mulai tumbuh di dinding-dinding kapal. Tak heran jika banyak nelayan setempat sering mendatangi perairan ini karena tempat yang seperti itu disenangi oleh ikan-ikan.


Kapal Indomarine adalah kapal ekspedisi antar pulau yang tenggelam karena mengalami kebocoran setelah diserang badai. Kapal sepanjang 40 meter tersebut membawa muatan berupa hasil bumi dan dua buah mobil jip Toyota Landcruiser. Saat ini yang tersisa hanyalah karung-karung yang berisi hasil bumi saja. ‘Beberapa karung pernah kami buka, isinya kopra, kalau mobil biasanya sudah digergaji oleh nelayan-nelayan sini untuk dijual’, ujar seorang diver setempat.


Meskipun dengan jarak pandang yang tidak lebih dari 3 meter, kami menyelam menyusuri badan kapal, mulai dari anjungan hingga ke buritan. Secara umum bentuk kapal masih terlihat utuh. Kami menyelam sambil mengamati bagian-bagian kapal dan ikan-ikan yang seolah-olah tidak mempedulikan datangnya ‘makhluk dari dunia lain’. Sebenarnya kami mengharapkan dapat melihat ikan puffer sebesar paha orang dewasa di antara karung-karung, sayang yang ditunggu-tunggu tidak muncul. Karena batas waktu selam sudah hampir habis maka kami harus segera naik ke permukaan.


Mercusuar Belanda

Tanjungkelayang yang secara adminisratif masuk di wilayah Desa Keciput hanya berjarak ± 27 km atau sekitar 30 menit dari Kota Tanjungpandan, Ibukota Kabupaten Belitung. Pantai yang berpasir putih ini dikelilingi oleh batu-batu granit. Salah satunya adalah sebuah pulau kecil yang terbentuk dari batu granit yang bersusun seperti burung yang sedang duduk. Selain itu di sekitar Tanjungkelayang terdapat pulau-pulau kecil, salah satunya adalah Pulau Lengkuas. Di pulau yang terletak di sebelah barat laut Tanjungkelayang ini terdapat sebuah mercusuar. Jika dilihat dari bentuk dan bahan pembuatannya mercusuar ini dibangun pada masa kolonial Belanda atau sekitar abad 19 M.


Sampai saat ini masih belum banyak orang-orang yang tahu tentang keberadaan sisa kapal Indomarine tesebut. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Tanjungkelayang hanya memakan waktu sekitar 45 menit dengan kapal nelayan. Selain sisa kapal tenggelam, laut di sekitar Tanjungkelayang juga memiliki terumbu karang yang sangat cantik.


Di kedalaman antara 7 hingga 12 meter terdapat hamparan aneka ragam terumbu karang. ‘Terumbu karang di sini tidak beda jauh dengan yang ada di Bunaken’, ujar seorang teman yang telah menyelam di banyak tempat di perairan Indonesia. Menikmati penyelaman di perairan Tanjungkelayang ini memang sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Kondisi laut yang relatif belum tercemar ditambah keramahan penduduk setempat membuat tempat ini sangat cocok untuk berekreasi. Sayangnya potensi wisata tersebut belum tergarap.


Murah Meriah

‘Kalau hari Sabtu dan Minggu biasanya orang-orang dari Tanjungpandan banyak datang ke sini, kadang mereka main jetski atau sekedar berenang’ ujar Pak Kardi, Kades Keciput. Belum tergarapnya potensi wisata di perairan Belitung ini membuat kawasan ini masih sepi pengunjung. ‘Dulu ada yang mau buat resort di Tanjungtinggi, pakai mobil sekitar 10 menit dari sini’ ujar Pak Kardi, seraya menyebut nama salah satu anak penguasa orde baru ketika bercerita tentang potensi wisata di wilayahnya. ‘Tapi setelah reformasi, tanah yang akan dibangun resort tersebut banyak dipatok oleh warga setempat’ ujarnya lagi.


Di Tanjungkelayang telah ada sebuah penginapan yang dikelola oleh pemerintah Desa Keciput. Penginapan ini berupa pondok-pondok berjumlah 8 buah dan harganya cukup terjangkau. Di pantai ini juga ada sebuah rumah makan. ‘Awalnya ini adalah kafe, tapi karena sepi oleh pemiliknya lalu dijual’ ujar Pak Kardi yang sekarang menjadi pemilik rumah makan tersebut. Menu yang disajikan seperti umumnya rumah makan di tepi pantai yaitu segala macam makanan laut yang tentunya masih segar.


Keanekaragaman terumbu karang ditambah kapal tenggelam menjadikan Tanjungkelayang membuat penyelaman menjadi lengkap. Keramahan Pak Kardi dan warganya membuat kami ingin kembali lagi.

2 komentar:

  1. keren gan..... anda memang penjelajah sejati.... namun sayang, coba misal anda aktifkan fasilitas follow Google Friend connect, mungkin kita bisa saling mem-follow...

    BalasHapus
  2. banyak ikan hiu ganas ngga gan di perairan itu?

    BalasHapus